Feb 28, 2010

Twist

No, i'm not talking about the dance move.

Saya suka nonton film Home Alone. ga peduli berapa kali diputar di stasiun tv setiap natal, atau kapanpun, saya pasti menyempatkan diri untuk melihat 2 maling kelas teri yang dipecundangi oleh bocah umur 8 tahun. Pikiran saya pada saat itu seperti “waw, oke sekali mereka bisa seperti itu.” Macauley Culkin at that time is like a fuckyeah a role model. Anak - anak mengidolakan karena merasa dekat dengan dia, memberi gambaran bling bling bahwa hidup ini menyenangkan untuk dijalani, bahkan ketika menghadapi hal – hal buruk seperti dikejar 2 maling bodoh karena dianggap menghancurkan rencana mereka menggasak seisi toko mainan. bahasa kasarnya ngayal babu. Orang dewasa menggilai wajah imut plus pipi yang bisa dicubit terus menerus tanpa jadi kempes (sebenarnya ini khusus kebiasaan ibu - ibu). Begitupun cerita – cerita superhero. Di waktu bermain pukul 3-6 sore anak - anak (baca: saya dan teman – teman di komplek) berebut menjadi jagoan. Ada yang rela menjadi Kimberla karena sudah ada temannya yang “booking” nama asli ranger pink. Bambu bekas bangunan adalah pedang pusaka. Yoko, bibi Lung, dan siluman ular putih juga tidak luput dari permainan bocah – bocah pada saat itu. (I wonder if there’s a kid who want to be a villain or Superhero’s opponent as their “Hero”)

The thing is………… It's just a movie. Senyata apapun cerita yang diangkat tetap saja ada balutan fiksi di dalamnya. Itu kan dramatisasi kejadian saja. Sebuah kisah yang mungkin pada dasarnya nyata, namun dipoles sedemikian rupa dengan tujuan membentuk anggapan orang – orang yang menontonnya agar sesuai dengan si pembuat film inginkan, dan penonton inginkan. Namanya juga bocah, apa yang diliat itulah pernyataan untuk mereka. Tokoh baik selalu menang, tokoh jahat menghujat dengan mata melotot. Tidak ada yang suka sad ending. Mungkin orang – orang sudah melihat terlalu banyak sad ending di sekitar mereka. Merasa terlalu naif untuk melihat seuatu yang sesuai 100% dengan kejadian sesungguhnya. Such a Bollywood ending I guess.

Umur mulai beranjak ke usia belasan, yang saya ketahui juga semakin bertambah. Thanks to motion pictures, karena membuat saya tidak terjebak dengan stereotype cerita ala keluarga Punjabi.

Saya jadi tahu bayi bukan dibawa burung bangau dan dikirim lewat cerobong asap

Ada keluarga yang dari kulitnya terlihat indah, kuat, dan bahagia bisa saja justru bobrok tergerogoti dari dalam

Di dunia ini memang ada orang yang benar – benar tidak memiliki belas kasihan

Di Sekolah, apapun bisa terjadi

Tidak semua anak – anak memiliki nasib baik

Godaan ada dimana – mana

Tidak hanya plus-minus, plus-plus minus-minus juga ada di dunia ini


Ditambah tema - tema yang bila dipikir secara sekilas seperti tidak masuk akal,tetapi itu memang kenyataan. Teen Angst, bullying, perebutan warisan, guna - guna istri muda, ibu tiri yang (tidak semuanya) jahat, dan hal - hal absurd lainnya.

So do life.

as we grown up we've seen all things that happened in this world. The good, the bad, and the queen. okay, itu nama band. Ada begitu banyak keberagaman di sekitar kita, mulai dari yang baik dan buruk tadi. Everything is never as it seems. Tapi bukan berarti yang baik itu paling aman. Kadang dibalik kebaikan tersimpan kemunafikan. Manusia seringkali terjebak di dalam situ. itulah yang melahirkan keadaan - keadaan yang difilmkan di atas tadi. Keadaan yang diabadikan agar kita tidak sekedar asal bunyi dan mencibir bila dihadapkan kepada hal - hal seperti itu. That what make us a human.


A little note from me : Watch all the movies above!

No comments:

Post a Comment